Selasa, 02 Februari 2010

SELAMATAN WANITA HAMIL DAN PEMBACAAN DIBA

SELAMATAN WANITA HAMIL DAN PEMBACAAN DIBA

Soal

Apakah ada dasar hukum selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan (bahasa Jawa : Mitoni). Pada acara tersebut juga dsiertai dengan pembacaan diba’. Terus terang sata belum pernah membaca riwayat tentang selamatan seperti di atas pada masa Rasulullah. Mohon penjelasannya
Cahyo.Prasongko@XXXX



JAWAB:



Selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan, tidak ada dalam ajaran Islam. Itu termasuk perkara baru dalam agama, dan semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. (HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).



Kemudian, jika selamatan kehamilan tersebut disertai dengan keyakinan akan membawa keselamatan dan kebaikan, dan sebaliknya jika tidak dilakukan akan menyebabkan bencana atau keburukan, maka keyakinan seperti itu merupakan kemusyrikan. Karena sesungguhnya keselamatan dan bencana itu hanya di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Allah berfirman:
قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا واللهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَليِمُ

Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa'at?". Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al Maidah:76).





Demikian juga dengan pembacaan diba’ pada saat pereyaan tersebut, ataupun lainnya, tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Karena pada di zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, diba itu tidak ada. Diba’ yang dimaksudkan ialah Maulid Ad Daiba’ii, buku yang berisi kisah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan pujian serta sanjungan kepada Beliau. Banyak pujian tersebut yang ghuluw (berlebihan, melewati batas). Misalnya seperti perkataan:

فَجْرِيُّ الْجَبِيْنِ لَيْلِيُّ الذَّوَآئِبِ * اَلْفِيُّ الْأََنْفِ مِيْمِيُّ الْفَمِ نُوْنِيُّ الْحَاجِبِ *

سَمْعُهُ يَسْمَعُ صَرِيْرَ الْقَلَمِ بَصَرُهُ إِليَ السَّبْعِ الطِّبَاقِ ثَاقِبٌ *

Dahi Beliau (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ) seperti fajar, rambut depan Beliau seperti malam, hidung Beliau berbentuk (huruf) alif, mulut Beliau berbentuk (huruf) mim, alis Beliau berbentuk (huruf) nun, pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir), pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi). (Lihat Majmu’atul Mawalid, hlm. 9, tanpa nama penerbit. Buku ini banyak dijual di toko buku-toko buku agama).



Kalimat “pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir)”, jika yang dimaksudkan pada saat mi’raj saja, memang benar, sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits-hadits tentang mi’raj. Namun jika setiap saat, maka ini merupakan kalimat yang melewati batas. Padahal nampaknya, demikian inilah yang dimaksudkan, dengan dalil kalimat berikutnya, yaitu kalimat “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”. Dan kalimat kedua ini juga pujian ghuluw (melewati batas). Karena sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara ghaib. Yang mengetahui perkara ghaib hanyalah Allah Azza wa Jalla . Allah berfirman:

قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS An Naml:65).



‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah menerima tuduhan keji pada peristiwa “haditsul ifk”. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui kebenaran tuduhan tersebut, sampai kemudian turun pemberitaan dari Allah dalam surat An Nuur yang membersihkan ‘Aisyah dari tuduhan keji tersebut. Dan buku Maulid Ad Daiba’ii berisi hadits tentang Nur (cahaya) Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang termasuk hadits palsu.



Dalam peristiwa Bai’atur Ridhwan, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui hakikat berita kematian Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu 'anhu , sehingga terjadilah Bai’atur Ridhwan. Namun ternyata, waktu itu Utsman Radhiyallahu 'anhu masih hidup. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan RasulNya untuk mengumumkan:
قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ

Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib”. (QS Al An’am:50).



Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bagaimana mungkin seseorang boleh mengatakan “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”?

Semoga jawaban ini cukup bagi kita. Kesimpulan yang dapat kita ambil, bahwa selamatan kehamilan dan pembacaan diba’ termasuk perbuatan maksiat, karena termasuk bid’ah.


Last Updated ( Thursday, 12 November 2009 01:55 )

DANA INFAQ PONDOK (DIP)

PONDOK PESANTREN IMAM BUKHARI

Kepada kaum Muslimin yang kami hormati, berkenaan dengan penggalangan dana melalui DIP (Dana Infak Pondok) yang sudah berjalan selama 3 tahun lebih (mulai Mei 2006), kami atas nama pengurus Pondok Pesantren Imam Bukhari mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pertisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sekalian. Kami berdoa, jazakumullahu khairan, barokallahi fii ahlika wa maalika. Mudah-mudahan menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Amin.

Perlu kami sampaikan, bahwa dana yang sudah kami terima, telah kami alokasikan untuk pembangunan/renovasi infrastruktur pesantren seperti kelas, asrama, halaman dan taman, renovasi gedung perpustakaan, jalan, pagar keliling, dan perawatan bangunan lainnya.

Selanjutnya, seiring dengan semakin besarnya kepercayaan masyarakat mengamanahkan putera-puterinya mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren Imam Bukhari, maka kami memiliki kewajiban untuk senantiasa meningkatkan mutu di segala bidang. Alhamdulillah, sampai saat ini jumlah santri yang mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren Imam Bukhari sebanyak 866 santri terdiri dari 429 santriwan dan 437 santriwati dengan tenaga pendidik sejumlah kurang lebih 80 orang.

Dengan demikian kami harus terus mengembangkan berbagai sarana penunjangnya, antara lain dengan melengkapi bangunan-bangunan yang saat ini masih kekurangan, merenovasi bangunan yang sudah ada, melengkapi fasilitas-fasilitas pendidikan lainnya, menambah jumlah SDM dan meningkatkan kualitas SDM yang sudah ada.

Pondok Pesantren Imam Bukhari sangat membutuhkan dana yang besar untuk maksud peningkatan disegala bidang tersebut. Hal ini jelas tidak akan mampu dipikul sendirian oleh pihak pondok tanpa pertolongan Allah Ta'ala, kemudian tanpa bantuan kaum Muslimin.

Mengingat Pondok Pesantren Imam Bukhari adalah salah satu aset ukhrawi yang strategis bagi kaum Muslimin, dengan senantiasa memohon pertolongan Allah Ta’ala, kami mengajak segenap kaum Muslimin untuk berpartisipasi mengembangkan aset ukhrawi bersama ini. Insya Allah nilainya akan terus berkembang di sisi Allah Ta'ala, menjadi pahala yang tidak akan ada putus-putusnya, jika dilandasi niat yang ikhlas, untuk tujuan kebenaran.

Demikianlah harapan kami, semoga kaum Muslimin tergerak untuk mengorbankan sebagian hartanya bagi kepentingan perjuangan berlangsungnya basis pendidikan putera-puteri kaum Muslimin.

Atas segala perhatian, partisipasi dan amal kaum Muslimin sekalian, kami berdoa agar Allah Ta’ala menjadikan pahalanya terus mengalir dan harta serta kehidupannya semakin barokah. Amin.

Di unduh dari :http://bukhari.or.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=206:selamatan-wanita-hamil-dan-pembacaan-diba&catid=37&I

0 komentar:

Posting Komentar