Selasa, 23 Maret 2010

Bicaralah Kepada Manusia dengan Kalimat yang Mereka Pahami

Asy Syaikh Muhammad bin ‘Abdullah Al Imam


Di antara hal yang perlu diketahui oleh orang-orang yang tegak menyuarakan da’wah kepada Allah ialah pembedaan antara kalimat yang ditujukan kepada orang khusus dan orang umum (awam, pen), sebab sesungguhnya ia dituntut untuk berbicara dengan manusia dengan kalimat yang mudah dipahami oleh mereka. Oleh karena itu ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu'anhu berkata :


“Berbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka ketahui, apakah kalian suka Allah dan Rasulullah didustakan.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari I/272 secara mu’allaq)


Maka tatkala dikatakan kepada ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu'anhu, “Wahai Amirul Mukminin, tidaklah engkau menindaki si Fulan yang mengatakan, 'Andaikan Umar telah meninggal maka niscaya saya akan membai’at si Fulan. Demi Allah, bai’at Abi Bakar tidaklah terjadi melainkan hanya sebentar saja lalu selesai'", Maka Umar marah dan berkata, “Sesungguhnya saya insya Allah benar-benar akan berdiri sore ini di hadapan manusia lalu memperingatkan mereka dari orang-orang yang hendak merampas urusan mereka.”


Lalu ‘Abdurrahman bin ‘Auf-pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Janganlah engkau melakukannya, sebab musim (haji ini) mengumpulkan rakyat jelata lalu merekalah yang akan berada paling dekat denganmu ketika engkau berdiri di hadapan manusia. Sedangkan saya mengkhawatirkan engkau berdiri dan mengatakan sebuah kalimat lalu dibawa terbang oleh semuanya sementara mereka tidak menjaganya dengan baik dan tidak meletakkannya pada tempatnya. Maka tangguhkanlah sehingga engkau tiba di Madinah, sebab Madinah itu negeri hijrah dan Sunnah. Lalu kumpulkanlah ahli faham dan manusia yang mulia secara khusus, kemudian engkau dapat mengatakan dengan leluasa apa yang hendak engkau katakan. Dengan begitu ahli ‘ilmu akan menjaga dengan baik kalimatmu dan meletakkannya pada tempatnya.”


Lalu, ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu'anhu berkata, “Demi Allah, Insya Allah saya benar-benar akan berdiri menyampaikannya di tempat pertama yang akan saya singgahi di Madinah.” (Kisah ini dalam Shahih Al-Bukhari nomor 6830)


Faidah:


Bukanlah suatu tindakan bijak memberitahukan rakyat umum permasalahan yang menjadi kekhususan thalibul ‘ilmi (penuntut ‘ilmu agama-pen) dan para da’i menuju Allah. Betapa butuhnya kita untuk mencermati apa yang akan dilontarkan kepada orang (khalayak) umum, walllahul musta’aan.


[Dinukil dari buku Tatkala Fitnah Melanda (Mutiara Hikmah Menyingkap Fitnah dan Pedoman Syar’i saat Menghadapi) Penulis Asy Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh & Asy Syaikh Muhammad bin ‘Abdullah Al-Imam. Penerbit Pustaka Al Haura Hal. 89-90]

0 komentar:

Posting Komentar