Senin, 08 Maret 2010

Keyakinan Seorang Istri kepada Suaminya, inikah tipe istri yang Sholihah?

Disadur dari buku "Kemuning Senja di Beranda Mekah" karangan Ustadz Abu Umar Basyir.

Tulisan ini saya angkat dari percakapan antara Rafiqah dengan Heryani (teman dekat rafiqah). Dalam percakapan itu, terlihat sekali bagaimana seorang Rafiqah (seorang wanita yg dipaksa menikah dgn pria pilihan Ayahnya), yg belum menemukan kebahagiaan yg diharapkannya dalam kehidupan rumah tangganya, sangat menjaga wibawa suaminya dan kehormatan keluarganya, dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan Heryani. Peristiwa ini terjadi di ruang tamu, di rumah 'pasutri' yg baru membina rumah tangga itu. Kita simak beberapa potongan cuplikan percakapan mereka di bawah ini:

"Bagaimana kehidupan rumah tanggamu Iqah (panggilan akrab Heryani kepada Rafiqah)?"

"Alhamdulillah, baik-baik saja. Semuanya terkendali kok." Ujar Rafiqah santai.
"Pram (suami Rafiqah) memang dibesarkan di lingkungan 'sekuler'. Cara berpikirnya melonjak-lonjak, berusaha menerobos segala etika dan kenormalan lingkungannya. Baginya, itu cara berpikir 'progressif'. Ia juga tidak pernah dididik dgn norma-norma keislaman secara detil. Ia shalat, tapi tak mengerti bahwa islam itu adalah 'the only way of life'. Namun sejauh ini, karakter dan kepribadiannya baik sekali. Bahkan bagiku sangat memikat. Mungkin ia bisa diibaratkan 'mutiara hitam', yg bila dipoles dgn tangan dingin secara akurat dan hati-hati, pasti menyemburatkan cahaya alaminya yg mempesona..." Rafiqah bertutur panjang.

"Aih,...Baru kali ini aku mendengarmu memuji-muji pria selain Aziz-mu (pria yg waktu dulu Rafiqah dambakan untuk menjadi suaminya) itu..." seloroh Heryani.

"Huss,..ngawur. Jelas dong, Pram itu khan suamiku Her (panggilan akrab Iqah kepada Heryani). Kamu ini gimana sih?" Mata Rafiqah membulat, mencoba menggertak temannya itu.

"Ok, aku sekarang serius Iqah. Apa menurutmu, Pram itu sudah tipikal ideal sebagai suami?" Tanya Heryani lagi.

"Kalau engkau bertanya saat ini, aku rasa ya. Aku tidak mengatakan bahwa ia adalah tipikal 'suami sempurna' seperti yg aku idam-idamkan. Karena kesempurnaan itu amat relatif. 'Ideal' tidak harus berarti 'sempurna'. Mendapat pasangan hidup yg ideal sudah merupakan anugerah Her. Terutama di zaman seperti ini. Sedikit orang yg punya kesempatan demikian. Kenapa aku katakan ia suami ideal bagiku?..
Karena meski kami memiliki cukup perbedaan dalam hal2 prinsipil, namun kami memiliki kesamaan yg ajaib:"
* Kami sama2 ingin belajar dan menata diri.
* Kami berusaha agar segala perbedaan itu bisa terkikis.
"Kamu jangan salah paham Her. Aku tak sedikit pun mau mengorbankan prinsip2 agama, apalagi aqidah yg aku yakini. Tapi, saat aku menuntut Pram utk bisa menyempurnakan sisi2 pemahaman agamanya, ia juga menuntutku menjadi istri yg patuh, yg mau senantiasa membantu suami. Dan itu tidak mudah. Aku perlu banyak belajar. Kami sering berbenturan pada sisi interpretasi pada kepatuhan itu. Aku membatasinya pada hal2 yg kuanggap tak melanggar aturan Allah. Dan ia sering tidak bisa menerimanya. Tapi aku sadar, ia tidak menerima bukan berarti ia kejam. Namun hanya karena ia belum bisa memahaminya." Jawab Rafiqah.

"Aku melihatmu berbeda Iqah."

"Berbeda bagaimana?" Tanya Rafiqah.

"Aku lihat, banyak di antara 'akhwat', yg meskipun sudah memiliki suami yg taat beribadah, sudah lama mengaji, tapi masih selalu mengeluhkan perbedaan2 sepele di antara mereka. Saat aku melihatmu menikah dgn Pram, aku pikir engkau akan sangat menderita. Dan engkau tak akan mampu keluar dari jembatan konflik yg akan memenjarakan kepribadianmua. Tp ternyata engkau mampu bersikap sedemikian dewasa. Optimisme dalam dirimu membuatku terkagum-kagum, Iqah." Jawab Heryani.

"Entahlah Her. Tp yg jelas, aku melihatnya (Pram) sebagai pria baik. Ia memiliki sifat dan karakter yg baik. Lalu ia menyukai wanita yg berjilbab lebar. Dalam hati kecilku tersimpan sebuah keyakinan, bahwa Pram bisa berubah lebih baik. Bagiku, untuk apa menyimpan timah bersepuh emas? Lebih baik aku memiliki emas yg terselubung lumpur hitam yg pekat sekalipun. Karena aku masih bisa berharap lumpur itu akan terbuang, dan kemuning emasnya akan berkilau suatu hari..." Sambung Rafiqah

"Jadi kamu nyaman bersama Pram?" Tanya Heryani lagi.

"Kok, kamu nanya gitu sih? Jelas dong. Pram itu khan suamiku. Aku mencintainya. Dan di lubuk hatiku yg dalam terselip sejuta harapan sekaligus keyakinan, bahwa Pram akan selalu menjadi lebih baik....aku yakin."

Di balik ruang tamu, sepasang mata meneteskan cairan bening. Ia terharu bukan main. Pemilik sepasang mata itu adalah Pram (suami Rafiqah), yg ternyata terbangun dari tidurnya, dan sempat mendengar sebagian ucapan2 'arif dan bijak' dari mulut istrinya. Pram kepayahan menahan gemuruh rasa haru di dadanya. Sungguh, ia merasa menjadi pria paling beruntung di dunia. Kenapa selama ia kuliah di UI Jakarta, dan saat ia menempuh pendidikan untuk meraih gelar S2-nya di Oxford University, London, ia tak pernah tertarik pada wanita manapun. Padahal secara fisik, banyak wanita yg lebih cantik dari Rafiqah. Kenapa ia justru terpikat pada Rafiqah 'at the first sight'? Wanita berjilbab lebar yg begitu sederhana tampilannya. Dan padahal, selama ini ia tak pernah membayangkan akan memiliki istri yg mengenakan gaun muslimah sempurna seperti itu. Ternyata Allah membimbingnya untuk menuju relung2 kesadaran, melalui keluhuran budi wanita mulia ini (istrinya sendiri). Subhaanallah!

Ia tak menyangka hati istrinya sebening itu. Cinta istrinya sebersih itu. Pandangan istrinya terhadapnya sejernih dan sebaik itu. Kepatuhannya selama ini kepada suaminya semulia itu. Justru dia, pria yg sungguh tak tahu malu ini, yg nyaris menjerumuskan wanita suci itu ke lembah kenistaan. Nyaris ia membuat istrinya terjebak dalam maksiat demi maksiat. Nyaris ia menjejali perut istrinya dgn makanan2 haram. "Ya Allah, betapa lalimnya aku sebagai suami," Pram mengeluh dalam batin. Air matanya tumpah ruah tak terbendung.......

So, adakah 'Rafiqah' yg lain?..InsyaAllah..

0 komentar:

Posting Komentar