Selasa, 23 Maret 2010

Wanita Tanpa Emas...

Di zaman sekarang ini tentu sudah lazim wanita mengenakan segala macam perhiasan, dari muslimah yang masih jahil terhadap ilmu agama, hingga yang sudah banyak belajar tentang ilmu agama, dan perhiasan dari emas tentunya masih sangat banyak dipergunakan oleh kalangan muslimah, maka marilah wahai saudaraku, kita menengok sebentar apa yang dikatakan oleh para Imam dan Ulama tentang hukum memakai emas bagi seorang wanita.

“Barang siapa ingin memakaikan anting yang terbuat dari api kepada seseorang yang dicintainya, hendaklah ia memakaikan anting dari emas, barangsiapa ingin memakaikan cincin dari api neraka kepada orang yang dicintainya hendaklah memakaikan cincin dari emas.” [HR. Imam Abu Daud (2/199), Imam Ahmad bin Hanbal (2/378), dengan jalur periwayatan dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari Asyad bin Abi Asyad Al Barad, dari Nafi' bin Abbas, dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan derajat marfu'. Sanad ini derajatnya bagus para perawinya adalah orang orang yang tsiqah (dapat dipercaya), dan rijalnya selamat dari kecacatan, kecuali orang yang bernama Asyad. Ia ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban, dan sebagian perawi yang tsiqah telah mengambil riwayat darinya. Imam Tirmidzi juga menghasankannya dalam kitabnya yang berjudul Al Janaiz (1003). Dishahihkan juga oleh Jama'ah. Oleh karena itu, Imam Adz-Dzahabi dan Al Hafizh berkata "Shaduq".

Imam Asy-Syaukani telah menetapkannya dalam kitab beliau yang berjudul Nailul Authar, (2/70) Ibnu Hazm (10/83-84), dan Imam Al Mundziri berkata dalam kitabnya yang berjudul At-Targhib (1/213) Isnadnya shahih. Syaikh al-Albani berkata :” Zuhair bin Asyad At-Tamimi juga meriwayatkan dari Asyad. Selain itu di dalam kitab Imam Ahmad bin Hanbal (2/233) dan hal ini diikuti pula oleh Ibnu Abi Dza'bi yang diriwayatkan oleh Abul Hasan Al Ikhmimi dalam Haditsnya (2/9/2)"

Imam Ahmad juga meriwayatkan dalam kitabnya Al Isnad (4/414) dengan jalur periwayatan yang lain dari Asyad, tetapi beliau berkata, "Abu Musa dan Abu Qatadah ragu. Dikeluarkan juga oleh Ibnu Addi (233/1).

Diriwayatkan dari Tsauban radhiallahu ‘anhu berkata : “Anak perempuan Abu Hurairah telah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan di tangannya terdapat cincin dari emas. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tangannya, sambil berkata, 'Apakah engkau senang Allah Ssubhanau wa Ta’ala menjadikan di tanganmu cincin dari api.'”

Kemudian anak perempuan Abu Hurairah mendatangi Fatimah, dan mengadukan hal tersebut kepada Fatimah radhiallahu ‘anha. Berkata Tsauban, "Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Fatimah radhiallahu ‘anha, dan saya ketika itu bersama beliau. Fatimah lalu mengambil sesuatu dari lehemya sambil berkata, 'Ini adalah hadiah yang diberikan oleh ayahnya Hasan. (maksudnya adalah ia mendapat hadiah tersebut dari suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu) kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, "Wahai Fatimah, apakah engkau senang jika manusia berkata, Fatimah binti Muhammad ditangannya terdapat lingkaran dari api?”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat tidak menyukai hal tersebut, Beliau keluar dan tidak duduk. Kemudian Fatimah menjual kalung tersebut dan uangnya untuk membeli budak, lalu memerdekakannya. Sampailah berita tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fatimah dari neraka.

[HR. ImamNasai (2/284- 285), Ath-Thayalisi, (1/354) dari jalur seperti ini oleh Al Hakim dalam kitabnya (3/152- 153) Imam Ath-Thabrani dalam kitabnya yang berjudul Al Kabir (No. 1448) Ibnu Rawaih dalam musnadnya (4/237/1-2) dan begitu pula oleh Imam Ahmad bin Hanbal, (5/278), dan sanadnya shahih. Hadits ini dishahihkan oleh IbnuHazam (10/84). Al Hakim berkata, "Shahih dengan syarat Syaikhain" Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Adz-Dzahabi. Al Hafizh Al Munziri berkata (1/273), "Diriwayatkan oleh Imam Nasa'i dengan sanad shahih." Al Iraqi juga berkata, "Dengan isnad jayyid."

Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, :”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di tangan ‘Aisyah terdapat kalung yang terbuat dari emas. Kemudian Nabi berkata, ’Jauhilah dirimu dari keduanya (Buanglah!), buatlah kalung dari perak, kuningkanlah (perak itu) dengan minyak za’faran.’” [hadits ini diriwayatkan oleh Al-Qasil as-Sarqasthi dalam kitabnya yang berjudul “Gharibul Hadits” (2/76/2), an-Nasaa’I (2/285), al-Khatib (8/459), al-Bazzar (3007), hadits ini juga mempunyai jalur periwayatan lain dalam kitab ath-Thabrani (23/282/641)

Diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, ia berkata :”Saya telah memakai sebuah perhiasan kecil di lehernya, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk, setelah itu beliau tidak menoleh kepada saya, kemudian ia (Ummu Salamah radhiallahu ‘anha) berkata, ‘Tidakkah engkau melihat perhiasannya?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Karena perhiasanmu aku berpaling.’ Ummu Salamah berkata, ‘Saya mencampakkannya, setelah itu barulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mau menoleh kepada saya.”

[Syaikh al-Albani berkata :”Orang yang berbicara adalah perawi hadits, yaitu ‘Atha bin Abi Rabah (tabi’in), beliau meriwayatkan hadits dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, dilihat dari pembicaraannya hadits ini bersifat mursal, sebab beliau tidak menyandarkan perkataannya tersebut kepada Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, maka ia dhaif. Akan tetapi periwayatannya disandarkan kepadanya oleh Laits bin ‘Abi Salim, ia berkata :”Dari Atha’ dan dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha.]

Syaikh al-Albani berkata :”Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (6/322), dan oleh Imam Thabrani dalam kitab al-Kabir (23/281), akan tetapi Laits dianggap dhaif karena kurang kuat ingatannya, Atha’ juga tidak pernah mendengar dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, meski demikian hadits tersebut dapat dianggap shahih, sebab derajatnya mursal dengan sanad yang shahih, hadits tersebut juga diriwayatkan dengan riwayat maushul, sebagaimana yang kita ketahui, hadits ini mempunyai dua penguat dari hadits lain yang derajatnya maushul, yaitu hadits dari Asma dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.

Permasalahan Hukum Memakai Emas Bagi Wanita

Syaikh al-Albani mengatakan :”Sebagian ulama menyangka di kalangan ulama telah terjadi ‘ijma tentang bolehnya memakai emas secara mutlak bagi kaum wanita, sebenarnya klaim yang menyatakan telah terjadi ‘ijma dalam masalah kebolehan memakai perhiasan emas bagi wanita adalah sebuah kesimpulan yang keliru! Dikarenakan :

Pertama : Sesungguhnya tidak mungkin ada ‘ijma yang shahih dalam masalah seperti ini. Oleh karena itu Imam Ahmad bin Hanbal berkata :”Barangsiapa ada orang yang mengklaim telah terjadi ‘ijma, maka ia adalah seorang pembohong.” Ada perbedaan pendapat di kalangan manusia dalam masalah yang telah disangka menjadi ‘ijma. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya yang berjudul Masailuhu (390).

Kedua : Terjadinya sebuah ‘ijma ulama yang bertentangan dengan hadits shahih, adalah hal yang tak tergambar dalam Islam. Sebab jika hal tersebut (‘Ijma ulama yang bertentangan dengan hadits yang derajatnya shahih ) dapat diterima, maka hal tersebut menunjukkan adanya kesepakatan seluruh umat Islam dalam kesesatan, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sebuah hadits, “Tidak akan bersepakat umatku dalam hal kesesatan.”

Ketiga : Terdapat hal-hal yang membuat klaim ‘ijma tersebut menjadi batal. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Abdurrazaq dalam Al Mushanaf (11/70/19935), dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Shaid dalam haditsnya (35/1 – dengan tulisan al-Hafizh Ibnu Asakir) dan dalam karya Ibnu Hazm (10/82) dengan sanad yang shahih dari Muhammad Ibnu Sirin,”Sesungguhnya beliau mendengar dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata :’Janganlah kalian memakai emas karena sesungguhnya saya takut akan menimpa kepadamu kobaran api neraka.’”

Ibnu Asakir telah meriwayatkan (19/124/2), dari dua jalur periwayatan, “Sesungguhnya anak wanita dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada ayahnya :’Sesungguhnya tetangga-tetanggaku mengejekku, dengan mengatakan bahwa ayak tidak memakaikan perhiasan emas kepadaku.’ Kemudian Abu Hurairah berkata,’Katakan kepadanya, bahwa ayahku tidak memakaikan kepadaku emas ,karena ia takut apabila aku terkena kobaran api neraka.’”

Mendahulukan Sunnah daripada ‘Ijma yang tidak didukung oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah pernah mengatakan bahwa seluruh imam serta ulama Islam mempunyai patokan yang disepakati tentang kewajiban mendahulukan Al-Qur’an dan Sunnah dari ‘ijma. Mereka sepakat untuk menjadikan ‘ijma sebagai dasar yang ketiga setelah kedua dasar tersebut (Al-Qur’an dan Sunnah).
Imam Syafi’I rahimahullah dalam hal ini pernah menyatakan sebuah ungkapan, “Hujjah adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, kemudian ‘ijma dalam hal-hal yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Syaikh Nashiruddin al-Albani rahimahullah telah membuat ulasan yang lengkap terhadap masalah yang sangat penting ini dalam kitab beliau yang berjudul “Tahzdirul Masajid Min Ittikhadzil Qubur Masajid hal : 48-55.

Demikian yang mampu kami ringkaskan dalam hal ini dari Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam Kitab beliau yang berjudul “Adab az-Zafaf fi As-Sunnah Al-Muththaharah”. Wallahu a’lam bish showab.

Oleh : Andi Abu Najwa

0 komentar:

Posting Komentar