Kamis, 08 April 2010

Saat Wanita Tampil di Depan Umum… (menyikapi maraknya mode “busana Islami”)

Bisa kita lihat di masa sekarang ini, wanita telah banyak meninggalkan kewajiban hijab, terlihat mudah bagi mereka untuk mengabaikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang kewajiban untuk menutup diri sehingga terhindar dari pandangan laki-laki, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki nya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nuur : 31)

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzab : 59)

Hukum asal dari kewajiban berhijab adalah supaya tidak terlihat dan menjadi perhatian oleh orang lain yang bukan menjadi mahramnya, sehingga selamat kehormatan kaum wanita muslim di hadapan masyarakat, ayat “ ‘alaa juyuu bihinna” adalah perintah untuk menyembunyikan lekukan tubuh wanita sehingga tidak menjadi daya tarik dan fitnah bagi laki-laki.

Dalam ayat di atas ada kata jalaabiib (QS Al-Ahzab : 59), bentuk plural dari mufrodnya (kata tunggalnya) yaitu jilbab, yang memiliki makna:

1. Kerudung besar yang menutupi semua anggota badan, sebagaimana penjelasan Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi 14/232).

2. Pakaian yang menutupi semua anggota badan wanita, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qotadah, Hasan Basri, Said bin Jubair, Ibrahim An-Nakhoi dan Atho’ al¬Khurasani. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/424, Al¬Muhalla 3/219).

3. Selimut yang menutupi wajah wanita dan semua anggota badannya tatkala akan keluar, sebagaimana yang dituturkan Ibnu Sirin. (Lihat Tafsir Ad-Durul Mansur 6/657, Tafsir Al¬Baidhowy 4/284, Tafsir An-Nasafi 3/453 581, Fathul Qadir 4/304, Ibnu Katsir 6/424 dan Tafsir Abu Su’ud 7/108).

4. Pakaian yang menutup dari atas kepala sampai ke bawah, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Abbas. (Lihat Tafsri Al-Alusy 22/88).

5. Selendang besar yang menutupi kerudung. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Mas’ud dan para tabi’in. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/ 425).

6. Pakaian sejenis kerudung besar yang menutupi semua badan, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. (Lihat Tafsir Ats¬Tsa’labi 2/581).

Jadi FUNGSI PAKAIAN BAGI WANITA KETIKA BERADA DI LUAR RUMAHNYA ADALAH UNTUK MENYAMARKAN KEBERADAANNYA, MENYEMBUNYIKAN DIRINYA DARI PANDANGAN MANUSIA, bukan malah menghiasi pakaian tersebut agar orang lain semakin memperhatikan keberadaan wanita tersebut.
Sudah menjadi hal yang biasa di kalangan masyarakat muslim awam di Indonesia dengan berbagai macam mode “BUSANA MUSLIM”, kami tulis dengan tanda petik karena arti kata dan hasil empiris-nya bermakna jauh bertolak belakang.

Kita bisa melihat model-model baru jilbab yang ditawarkan di pasaran, dan baju-baju gamis yang juga mulai marak menghiasi iklan-ilkan majalah serta internet belakangan ini, esensi dari perintah untuk menyembunyikan diri dari pandangan manusia dalam hal berpakaian sudah tidak berlaku lagi, jilbab sudah dimodifikasi dengan warna yang sangat mencolok yang dilarang bagi wanita, kemudian disainnya ditambahkan lekukan-lekukan kain yang menyerupai bunga, belum lagi tambahan manik-manik yang berkilauan dan bordir benang berkilauan untuk memperindah penampilan jilbab tersebut, wahai saudariku, bukankah justru engkau akan semakin diperhatikan manusia dengan apa yang engkau kenakan itu?

Belum lagi ukuran jilbab juga banyak yang didisain “mini” hanya cukup untuk menutupi kepala saja, asal tidak menampakkan rambut wanita yang bersangkutan, selain itu jilbab juga kemudian dililitkan ke leher agar semakin membuka lekukan tubuh wanita, apalagi bagi kalangan wanita karir yang sering muncul di depan publik, fungsi jilbab sudah hilang dari hukum asal perintah mengenakan hijab di depan laki-laki yang bukan mahram.

Jilbab juga sering disembunyikan dalam jaket, kita bisa sering menemukan sekarang banyak wanita menggunakan jilbab kemudian menutupnya lagi dengan kerudung jaketnya, padahal yang menjadi perintah adalah berhijab, bukan berjaket! Alhasil malah akhwat yang bersangkutan mirip dengan laki-laki dan semakin mengundang perhatian masyarakat umum.

Tak mau kalah juga gamis-gamis yang beredar di pasaran, para disainernya saling berusaha untuk menciptakan “model baju Islami” yang jauh dari Islam, hasilnya muncul baju gamis dengan model yang ketat dan tidak mampu menyembunyikan lekukan tubuh wanita, ditambah dengan bordiran dan manik-manik yang gemerlap menghiasi gamis tersebut semakin menambah “daya tarik” bagi yang memakainya. Ya! Daya tarik agar orang lain semakin memperhatikan dirinya, bukan untuk menyembunyikan diri dari pandangan mata orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Wanita adalah aurat, jika ia keluar, maka syaithan akan menghiasinya.” [HR. At-Tirmidzi (1173), Ibnu Khuzaimah (III/95), ath-Thabrani dalam al-Kabiir (10115), shahih]

Maka wanita telah membuka pintu zina yang sudah berusaha dihindari oleh laki-laki agar tidak memperhatikannya, jika wanita tersebut keluar dengan mengenakan “busana muslimah” yang semakin mencolok perhatian orang lain, ditambah dengan cara berjalan yang dibuat-buat sehingga mempermudah tugas syaithan untuk menghancurkan Islam dan iman seseorang yang memenuhi panggilannya.

Terlebih parah lagi sekarang disain “busana muslimah” bagi wanita sudah menggunakan CELANA PANJANG yang sudah menjadi ‘urf bahwa celana panjang adalah pakaian laki-laki, sehingga selain semakin menampilkan lekuk-lekuk tubuh wanita yang akan menjadi pintu fitnah bagi laki-laki, juga para wanita mendapatkan laknat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena berpakaian yang menyerupai laki-laki.

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata : “Kaum wanita diwajibkan untuk mengenakan pakaian yang berbeda dengan pakaian pria, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat para wanita yang menyerupai pria dan wanita yang bertingkah laku seperti pria. Yang termasuk dalam menyerupai pria dalam berpakian adalah memakai pakaian yang menjadi ciri khas pria pada suatu masyarakat tertentu.”

Syaikhul Islam Ibnu Timiyah rahimahullah dalam kitab Majmu’ul Fatawa menafsirkan arti “kasiyatun ‘aariyatun” yaitu wanita yang mengenakan pakaian namun tidak menutup tubuhnya. Ia berpakaian tapi pada hakekatnya tetap telanjang, seperti mengenakan pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya, atau pakaian sempit yang menampakkan bentuk tubuhnya, seperti lengannya dan lain-lainnya. Sesungguhnya pakaian wanita adalah yang menutup tubuh, tebal dan lebar sehingga tidak tampak bentuk tubuhnya dan postur badannya. [At-Tanbihat, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal.23]

Celana panjang adalah musibah buruk yang menimpa kaum wanita di zaman ini, walaupun celana panjang itu longgar tetap saja menggambarkan lekuk-lekuk tubuhnya yang bisa membangkitkan syahwat laki-laki, apalagi di saat ini banyak wanita yang mengenakan “jilbab gaul” dan menggunakan “celana ketat” yang semakin membuka pintu kerusakan di kalangan kaum muslimin di Indonesia ini. Semoga anda dan anak-anak anda terhindar dari hal yang rusak seperti ini. Wallahu a'lam bish showab.

0 komentar:

Posting Komentar