skip to main |
skip to sidebar
Ahlan wa sahlan....
Ahlan wa sahlan
ARTI SEBUAH NIAT
12 Jum'at, 30 April 2003 - 09:30:39,
Penulis : Al Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Kategori : Hadits
ARTI SEBUAH NIAT
Fungsi niat dalam ibadah sangatlah penting. Karena itu setiap muslim
harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, yaitu ikhlas untuk
Allah semata.
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله
عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات ,
وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله
ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما
هاجر إليه “- متفق عليه
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia
berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang
hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia
niatkan."
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin
Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al
Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan
kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang
pernah dikarang) .
Hadits yang agung di atas diriwayatkan oleh
Imam Bukhari rahimahullah dalam beberapa tempat dari kitab shahihnya
(hadits no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689, 6953) dan Imam Muslim
rahimahullah dalam shahihnya (no. 1908).
Berkata Al Imam Ibnu
Rajab Al Hambali tentang hadits ini : "Yahya bin Said Al Anshari
bersendirian dalam meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Ibrahim At
Taimi, dari `Alqamah bin Waqqash Al Laitsi, dari Umar ibnul Khaththab
radliallahu anhu. Dan tidak ada jalan lain yang shahih dari hadits ini
kecuali jalan ini. Demikian yang dikatakan oleh Ali ibnul Madini dan
selainnya”. Berkata Al Khaththabi : "Aku tidak mengetahui adanya
perselisihan di kalangan ahli hadits dalam hal ini sementara hadits ini
juga diriwayatkan dari shahabat Abu Said Al Khudri dan selainnya”. Dan
dikatakan: Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang banyak akan tetapi
tidak ada satupun yang shahih dari jalan-jalan tersebut di sisi para
huffadz (para penghafal hadits).
Kemudian setelah Yahya bin
Said Al Anshari banyak sekali perawi yang meriwayatkan darinya, sampai
dikatakan : Telah meriwayatkan dari Yahya Al Anshari lebih dari 200
perawi. Bahkan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 700 rawi, yang
terkenal dari mereka di antaranya Malik, Ats Tsauri, Al Auza`i , Ibnul
Mubarak, Al Laits bin Sa`ad, Hammad bin Zaid, Syu`bah, Ibnu `Uyainah dan
selainnya. .
Ulama bersepakat menshahihkan hadits ini dan
menerimanya dengan penerimaan yang baik dan mantap. Imam Bukhari membuka
kitab Shahihnya dengan hadits ini dan menempatkannya seperti
khutbah/mukaddimah bagi kitab beliau, sebagai isyarat bahwasanya setiap
amalan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan wajah Allah maka amalan
itu batil, tidak akan diperoleh buah/hasilnya di dunia terlebih lagi di
akhirat. Karena itulah berkata Abdurrahman bin Mahdi: "Seandainya aku
membuat bab-bab dalam sebuah kitab niscaya aku tempatkan pada setiap bab
hadits Umar tentang amalan itu dengan niatnya”. Beliau juga mengatakan:
"Siapa yang ingin menulis sebuah kitab maka hendaknya ia memulai dengan
hadits innamal a'malu binniyah. (Jam`iul `Ulum wal Hikam, karya Ibnu
Rajab Al Hambali, hal. 59-60. Muassasah Ar Risalah, cet. Ke-4, th. 1413
H/1993 M)
Hadits ini selain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim juga diriwayatkan oleh para imam yang lain. Dan komentar tentang
hadits ini kami cukupkan dari menukil ucapan Ibnu Rajab Al Hambali di
atas karena padanya ada kifayah (kecukupan).
Penjelasan Hadits
Dari hadits di atas kita pahami bahwasanya setiap orang akan memperoleh
balasan amalan yang dia lakukan sesuai dengan niatnya. Dalam hal ini
telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: "Setiap amalan
yang dilakukan seseorang apakah berupa kebaikan ataupun kejelekan
tergantung dengan niatnya. Apabila ia tujukan dengan perbuatan tersebut
niatan/maksud yang baik maka ia mendapatkan kebaikan, sebaliknya bila
maksudnya jelek maka ia mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan".
Beliau juga mengatakan: "Hadits ini mencakup di dalamnya seluruh amalan,
yakni setiap amalan harus disertai niat. Dan niat ini yang membedakan
antara orang yang beramal karena ingin mendapatkan ridla Allah dan
pahala di negeri akhirat dengan orang yang beramal karena ingin dunia
apakah berupa harta, kemuliaan, pujian, sanjungan, pengagungan dan
selainnya". (Makarimul Akhlaq, hal 26 dan 27)
Di sini kita bisa
melihat arti pentingnya niat sebagai ruh amal, inti dan sendinya. Amal
menjadi benar karena niat yang benar dan sebaliknya amal jadi rusak
karena niat yang rusak.
Dinukilkan dari sebagian salaf ucapan
mereka yang bermakna: "Siapa yang senang untuk disempurnakan amalan yang
dilakukannya maka hendaklah ia membaikkan niatnya. Karena Allah ta`ala
memberi pahala bagi seorang hamba apabila baik niatnya sampaipun satu
suapan yang dia berikan (akan diberi pahala)".
Berkata Ibnul
Mubarak rahimahullah: "Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi
besar karena niat dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai
kecil karena niatnya". (Jamiul Ulum wal Hikam, hal. 71)
Perlu
diketahui bahwasanya suatu perkara yang sifatnya mubah bisa diberi
pahala bagi pelakunya karena niat yang baik. Seperti orang yang makan
dan minum dan ia niatkan perbuatan tersebut dalam rangka membantunya
untuk taat kepada Allah dan bisa menegakkan ibadah kepada-Nya. Maka dia
akan diberi pahala karena niatnya yang baik tersebut. Ibnul Qayyim Al
Jauziyah rahimahullah mengatakan : "Perkara mubah pada diri orang-orang
yang khusus dari kalangan muqarrabin (mereka yang selalu berupaya
mendekatkan diri kepada Allah) bisa berubah menjadi ketaatan dan qurubat
(perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah) karena niat".
(Madarijus Salikin 1/107)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim (7/92) ketika menjelaskan hadits:
Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian (menggauli istri) ada sedekah.
Beliau menyatakan: "Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan
bahwasanya perkara-perkara mubah bisa menjadi amalan ketaatan dengan
niat yang baik. Jima’ (bersetubuh) dengan istri bisa bernilai ibadah
apabila seseorang meniatkan untuk menunaikan hak istri dan bergaul
dengan cara yang baik terhadapnya sesuai dengan apa yang Allah
perintahkan, atau ia bertujuan untuk mendapatkan anak yang shalih, atau
untuk menjaga kehormatan dirinya atau kehormatan istrinya dan untuk
mencegah keduanya dari melihat perkara yang haram, atau berfikir kepada
perkara haram atau berkeinginan melakukannya dan selainnya dari
tujuan-tujuan yang tidak baik".(Syarh Muslim 3/44)
Meluruskan Niat
Seorang hamba harus terus berupaya memperbaiki niatnya dan
meluruskannya agar apa yang dia lakukan dapat berbuah kebaikan. Dan
perbaikan niat ini perlu mujahadah (kesungguh-sungguhan dengan
mencurahkan segala daya upaya). Karena sulitnya meluruskan niat ini
sampai-sampai Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata : "Tidak ada suatu
perkara yang paling berat bagiku untuk aku obati daripada meluruskan
niatku, karena niat itu bisa berubah-ubah terhadapku". (Hilyatul Auliya
7/5 dan 62)
Dan niat itu harus ditujukan semata untuk Allah,
ikhlas karena mengharapkan wajah-Nya yang Mulia. Ibadah tanpa keikhlasan
niat maka tertolak sebagaimana bila ibadah itu tidak mencocoki tuntunan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Allah ta`ala berfirman tentang
ikhlas dalam ibadah ini :
Dan tidaklah mereka diperintah
kecuali untuk beribadah kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama
bagi-Nya. (Al Bayyinah : 5)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata dalam Majmu` Fatawa (10/49) : "Mengikhlaskan agama
untuk Allah adalah pokok ajaran agama ini yang Allah tidak menerima
selainnya. Dengan ajaran agama inilah Allah mengutus rasul yang pertama
sampai rasul yang akhir, yang karenanya Allah menurunkan seluruh kitab.
Ikhlas dalam agama merupakan perkara yang disepakati oleh para imam
ahlul iman. Dan ia merupakan inti dari dakwah para nabi dan poros Al
Qur'an".
Yang perlu diingat bahwasanya niat itu tempatnya di
hati sehingga tidak boleh dilafazkan dengan lisan. Bahkan termasuk
perbuatan bid`ah bila niat itu dilafazkan.
Pelajaran Yang Dipetik dari Hadits Ini
1. Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati.
2. Wajib bagi seorang muslim mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia
melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu disyariatkan atau tidak,
apakah hukumnya wajib atau sunnah. Karena di dalam hadits ditunjukkan
bahwasanya amalan itu bisa tertolak apabila luput darinya niatan yang
disyariatkan.
3. Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan
dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila seseorang ingin shalat maka
ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia kerjakan
apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila
ingin puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah,
puasa qadha atau yang lainnya.
4. Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau maksiat.
5. Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu
diingat niat yang baik tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu
menjadi ma'ruf (kebaikan), dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi
sunnah.
6. Wajibnya berhati-hati dari riya, sum`ah (beramal karena
ingin didengar orang lain) dan tujuan dunia yang lainnya karena perkara
tersebut merusakkan ibadah kepada Allah ta`ala.
7. Hijrah
(berpindah) dari negeri kafir ke negeri Islam memiliki keutamaan yang
besar dan merupakan ibadah bila diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu ta`ala a`lam bishawwab.
Sumber :
http://bit.ly/x36Mei
-> — di MARKIZ SALAFIYIN, JAKARTA.